3 Penyebab Longsor Cilacap Versi BMKG, Dampak Bibit Siklon Tropis

- Hujan lebat berturut-turut jadi pemicu utama
- Waspada dampak Bibit Siklon Tropis 97S dan 98S
- Kelembapan udara tinggi di berbagai lapisan atmosfer
Cilacap, IDN Times - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengungkap faktor utama penyebab tanah longsor di Kecamatan Majenang, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, yang terjadi pada Jumat (14/11/2025). Bencana tersebut dipicu oleh intensitas hujan tinggi selama beberapa hari berturut-turut, yang menyebabkan tanah jenuh air dan lereng perbukitan menjadi tidak stabil.
1. Hujan lebat berturut-turut jadi pemicu utama

Deputi Bidang Meteorologi BMKG, Guswanto menjelaskan, pengamatan di Pos Hujan Majenang mencatat curah hujan sangat tinggi pada 10--11 November 2025, masing-masing 98,4 milimeter (mm) per hari dan 68 mm/hari. Kondisi tersebut diperparah dengan hujan ringan berkelanjutan yang membuat tanah makin basah dan rentan longsor.
“Rangkaian hujan tersebut membuat kondisi tanah semakin basah dan lereng menjadi lebih rentan terhadap pergerakan,” kata Guswanto dilansir laman resminya, Minggu (16/11/2025).
Secara meteorologis, cuaca ekstrem di wilayah Jawa Tengah juga diperkuat oleh fenomena Madden Julian Oscillation (MJO) dan gelombang atmosfer ekuatorial yang sedang melintas. Selain itu, pusaran angin di barat Lampung dan selatan Bali serta zona belokan angin di sekitar Jawa ikut memperbesar peluang terbentuknya awan konvektif penghasil hujan lebat.
“Kondisi atmosfer tersebut mendorong terbentuknya awan konvektif yang dapat menimbulkan hujan sedang hingga lebat, disertai kilat atau petir serta angin kencang,” tambahnya.
2. Dampak dari Bibit Siklon Tropis 97S dan 98S

Selain faktor lokal, BMKG juga mendeteksi adanya dua Bibit Siklon Tropis, yaitu 97S dan 98S, yang kini aktif di dekat wilayah Indonesia.
Meski peluangnya kecil untuk berkembang menjadi siklon tropis dalam 72 jam ke depan, kedua bibit tersebut tetap dapat menimbulkan dampak tidak langsung berupa hujan lebat, angin kencang, dan gelombang tinggi.
“Kedua bibit siklon tersebut masih berpotensi menyebabkan cuaca ekstrem pada 15–16 November 2025 di sejumlah wilayah, termasuk Jawa Tengah,” kata Guswanto.
BMKG mencatat, Bibit Siklon 97S dapat menyebabkan hujan sangat lebat di Nusa Tenggara Timur (NTT) serta hujan sedang hingga lebat di Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, dan NTB. Sementara itu, Bibit Siklon 98S berpotensi memicu gelombang tinggi hingga 4 meter di perairan barat Sumatra dan angin kencang di Bengkulu, Lampung, Banten, serta Jawa Barat bagian selatan.
“Meskipun peluang berkembangnya kecil, suhu muka laut yang hangat dan aktivitas MJO tetap memperkuat potensi hujan lebat dan gelombang tinggi,” ujarnya.
3. Kelembapan udara tinggi di berbagai lapisan atmosfer

Direktur Meteorologi Publik BMKG, Andri Ramdhani menambahkan, hasil pemantauan atmosfer menunjukkan kelembapan udara sangat tinggi pada tiga lapisan atmosfer, yakni 850 milibar (mb), 700 mb, dan 500 mb, dengan nilai mencapai 70–100 persen.
Kondisi udara yang sangat lembap ini mendukung pembentukan awan hujan secara masif, sehingga meningkatkan potensi hujan sedang hingga lebat disertai petir dan angin kencang.
BMKG bahkan telah mengeluarkan peringatan dini cuaca ekstrem sejak 11 November 2025 untuk wilayah Cilacap dan sekitarnya. Dalam rilis tersebut disebutkan bahwa wilayah ini berpotensi mengalami hujan lebat kembali pada 19–22 November 2025.
“Kami sudah mengeluarkan peringatan dini agar semua pihak waspada terhadap hujan lebat yang bisa kembali terjadi pada pertengahan hingga akhir November,” jelas Andri.
4. BMKG siapkan OMC untuk mencegah longsor susulan

Sebagai langkah mitigasi, Deputi Bidang Modifikasi Cuaca BMKG, Tri Handoko Seto, menyatakan kesiapan lembaganya untuk melaksanakan Operasi Modifikasi Cuaca (OMC) di wilayah Cilacap dan sekitarnya. Tujuannya adalah untuk mengurangi intensitas hujan dan mencegah longsor susulan yang dapat mengganggu proses evakuasi.
“Skema penerapan OMC difokuskan untuk mengamankan daerah bencana agar Majenang terbebas dari hujan deras yang bisa memicu longsor susulan,” terang Seto.
BMKG mengusulkan agar posko dan pesawat operasi ditempatkan di Bandar Udara Husein Sastranegara, Bandung, karena lokasi tersebut dinilai strategis dan efisien dari sisi jarak tempuh ke area terdampak.
Direktur Operasional Modifikasi Cuaca BMKG, Budi Harsoyo menyebutkan, pelaksanaan teknis OMC akan disupervisi secara ilmiah oleh BMKG, sementara pendanaan operasional akan difasilitasi oleh BNPB melalui Dana Siap Pakai (DSP) setelah status siaga darurat bencana ditetapkan oleh pemerintah daerah.
“BNPB akan menanggung operasionalnya menggunakan Dana Siap Pakai, sementara BMKG memastikan pelaksanaan OMC berjalan efektif dan sesuai prosedur ilmiah,” ujar Budi.
5. BMKG perkuat dukungan informasi di lapangan

Sementara itu, Kepala Stasiun Meteorologi Tunggul Wulung Cilacap, Bagus Pramujo mengatakan, BMKG terus memberikan dukungan informasi cuaca harian secara real-time kepada BNPB, BPBD, Basarnas, dan aparat daerah di lokasi terdampak.
Informasi tersebut mencakup prakiraan cuaca spesifik untuk Desa Cibeunying, pusat wilayah longsor, guna membantu kelancaran proses evakuasi dan mencegah risiko tambahan bagi tim penyelamat.
“BMKG sudah melakukan peninjauan langsung ke lokasi pada hari ini dan terus memperbarui prakiraan cuaca harian. Informasi meteorologis yang akurat sangat dibutuhkan untuk mendukung mitigasi dan mencegah longsor susulan,” akunya.
BMKG juga memastikan semua informasi terkait cuaca ekstrem dan bencana hidrometeorologi disalurkan melalui kanal resmi agar dapat segera ditindaklanjuti oleh pihak berwenang.
6. Sebanyak 12 warga masih hilang

Untuk diketahui, operasi pencarian korban longsor di Desa Cibeunying, Kecamatan Majenang, Kabupaten Cilacap, pada Sabtu (15/11/2025) menemukan delapan korban. Total, saat ini sudah 11 orang meninggal dunia, sementara 12 warga lainnya masih dinyatakan hilang akibat bencana longsor tersebut.
Kepala Kantor SAR Cilacap, Muhammad Abdullah menjelaskan, kedelapan korban ditemukan pada hari ketiga operasi pencarian di sejumlah titik.
Bencana longsor sendiri terjadi pada Kamis (13/11/2025) malam sekitar pukul 19.00 WIB setelah hujan deras mengguyur wilayah Majenang selama beberapa hari berturut-turut.


















