Pilkada 2024 di Banyumas, Femonema Kotak Kosong atau Kotak Sultan?

Banyumas, IDN Times - Jelang perhelatan pilkada 2024 antara kotak isi versus kotak kosong di Kabupaten Banyumas mulai menggema kembali,
biarpun fenomena kotak kosong bukanlah hal baru namun disadari atau tidak sesungguhnya sedang menuju kemunduran demokrasi secara perlahan-lahan.
Mengutip tulisan Dewi Anggraini Ketua Program Studi S1 Ilmu Politik FISIP Universitas Andalas, Senin (25/11/2024) dalam sejarahnya kotak kosong pertama kali muncul pada Pilkada 2015, ketika Mahkamah Konstitusi mengeluarkan putusan pilkada tetap dilaksanakan meski hanya ada satu pasangan calon.
Dalam putusan tersebut, MK juga memberikan alternatif bagi pemilih dengan menambahkan kotak kosong sebagai pilihan dan semenjak itu kotak kosong menjadi fenomena yang terus berulang di beberapa Pilkada berikutnya, termasuk pada tahun 2017, 2018, dan 2020, sedang 2024 ada 41 daerah paslon melawan kotak kosong, termasuk di Kabupaten Banyumas.
1. Siapa pemodal kotak kosong

Salah satu warga di Kabupaten Banyumas bernama Topan Pramukti yang mulai terjun sebagai pemerhati sosial dan politik muda di Banyumas yang mengaku jatuh cinta terhadap wilayahnya mengatakan dinamika politik di kota Mendoan sangat luar biasa. Tahun ini, sedikit ada rasa kecewa, karena Pilkadanya hanya diikuti satu pasang saja, pun demikian ternyata dinamika politik di Banyumas tetap membahana.
"Musuh utama paslon tunggal adalah kotak kosong, yang entah kenapa, simbol perlawanan ini malah menjadi bintang utama. Ya, bintang utama yang juga mampu mengeluarkan biaya besar dalam drama pilkada. Billboard raksasa, iklan media sosial, bahkan kampanye visual yang lebih estetis dari brand mewah,"katanya kepada IDN Times.
Topan menambahkan dirinya terheran heran dan muncul pertanyaan dalam hati siapa yang menjadi pemodal kotak kosong, karena menurutnya kotak kosong bisa disebut sebagai kotak Sultan. "Kondisi yang bikin saya bertanya-tanya, siapa yang menjadi pemodal kotak kosong ini? Karena mari kita jujur, ini bukan lagi kotak kosong. Ini kotak sultan,"tegasnya.
2. Berubah jadi entitas glamour

Diceritakan Topan, dahulu kotak kosong hanyalah pilihan kecil bagi warga yang ingin bilang “tidak” kepada calon tunggal. Tapi di Banyumas, kotak kosong berubah jadi entitas glamor, lengkap dengan tim kreatif dan strategi pemasaran yang bikin iri merk-merk besar. " Calon tunggal pun tampak kalah pamor, apa ini demokrasi, atau sekadar skenario drama yang sudah diatur," ujarnya seperti bertanya.
Menurutnya, kotak kosong itu bukan pekerjaan warga biasa yang hanya ingin sekedar protes, apalagi membuat kampanye menyaingi paslon butuh uang besar, dan di dunia politik, uang besar selalu punya motif besar pula.
"Mari kita tebak siapa aktor di balik layar yang diam-diam tertawa puas melihat kotak kosong ini jadi selebriti dadakan, bisa jadi mereka adalah kelompok oposisi yang masih sakit hati,"ujarnya.
Namanya kalah dalam perebutan kekuasaan itu sakit. Jadi, mungkin ada kubu oposisi yang memanfaatkan kotak kosong sebagai kendaraan balas dendam. Daripada mendukung langsung, mereka membangun kotak kosong sebagai alat serangan, lengkap dengan billboard dan iklan canggih. Ingat, dendam politik itu lebih tahan lama dari garansi panci presto.
3. Tontonan terbaik tahun ini

Pengusaha itu selalu berpikir soal ROI (return on investment). Kalau mereka merasa calon tunggal tidak menguntungkan, kenapa tidak mendukung kotak kosong? Dengan biaya kampanye seperti ini, mereka mungkin berharap bisa “mengatur ulang permainan” kalau kotak kosong menang. Pilkada ulang? Itu cuma istilah lain untuk "buka peluang negosiasi baru."
Aktivis demokrasi sering kali suka bermain di zona abu-abu. Mereka menyerukan transparansi dan keadilan, tapi diam-diam menikmati gemerlapnya donasi yang mengalir untuk “mendukung gerakan rakyat.” Kalau kotak kosong ini dibiayai oleh “aktivis idealis,” kita patut bertanya: berapa besar sebenarnya harga sebuah idealisme?
Pilkada Banyumas dengan fenomena kotak kosong ini adalah tontonan terbaik tahun ini. Tapi di balik kemasan mewah kampanye kotak kosong, ada aroma busuk politik uang yang terlalu menyengat untuk diabaikan. Siapa yang untung? Siapa yang rugi? Dan siapa yang tertawa di balik layar?
Satu hal yang pasti kalau kotak kosong ini menang, pilkada Banyumas akan masuk rekor sebagai ajang demokrasi paling absurd. Dan kita semua tahu, absurditas itu, pada akhirnya, selalu didanai oleh kepentingan besar yang tidak pernah benar-benar kosong.